Tumbilotohe di Kabupaten Gorontalo |
GORONTALO - (15/7) Tumbilotohe merupakan
penanda akan berakhirnya bulan ramadhan di gorontalo. Tumbilotohe berasal dari
kata tumbilo artinya memasang dan tohe artinya lampu. Perayaan ini dilaksanakan
pada 3 malam terakhir menjelang hari raya idul fitri.
Para tetua di Gorontalo menuturkan bahwa tradisi ini sudah berlangsung
sejak abad ke -15. Saat itu penerangan yang digunakan masih menggunakan
bahan-bahan tradisional seperti seludang yang dihaluskan dan diruncingkan lalu
dibakar. Selanjutnya, seiring waktu warga mulai menggunakan getah damar atau
dikenal dengan nama tohetutu yang menyala cukup lama ketika dibakar. Lalu bergeser
gunakan sumbu dari kapas dan minyak kelapa yang diletakkan dalam kerang. Hingga
saat ini penerangan tersebut berganti menggunakan
bahan sumbu siap pakai dan minyak tanah, bahkan sudah menggunakan aliran
listrik.
Terdapat juga kisah para tetua bahwa tumbilotohe dahulu kala digunakan
sebagai penerang jalan agar warga lebih bersemangat dan aman untuk berangkat
beribadah ke masjid. Ragam kisah yang
diwariskan, sejatinya tumbilotohe bisa lebih memberi semangat beribadah bagi
umat muslim.
Saat ini tumbilotohe sementara digelar, wilayah gorontalo gemerlap dengan tumpahan
cahaya. Sebagian warga menggantung lampu minyak di kerangka kayu yang
dihiasi dengan janur kuning dan
bunga-bunga. Kerangka ini dinamakan alikusu, bahkan di beberapa sudut wilayah
juga menggantung pisang sebagai lambang kesejahteraan dan batang tebu sebagai
lambang keramahan dan kemuliaan hati pasca kepergian bulan ramadhan.
Tumbilotohe sangat diyakini kental dengan pesan-pesan agama dari para orang
terdahulu. Keyakinan inilah yang membuat warga gorontalo secara sukarela
menyediakan dan menyalakan lampu secara mandiri. Bahkan beberapa
lembaga/institusi dan perorangan menyalakan lampu di beberapa tempat yang
lapang dan mendesainnya dengan menarik. Sehingga tradisi ini pun menarik
kunjungan wisatawan lokal maupun dari luar gorontalo.
Menurut Ketua DPW PKS Gorontalo, Helmi Adam Nento bahwa tumbilotohe adalah warisan terbaik dari para pendahulu dengan pesan religi yang
kuat, semoga bukan hanya kebiasaan secara kasat mata saja yang terjaga, tapi
juga pesan-pesannya dapat dilaksanakan. Helmi juga menghimbau kepada masyarakat, walaupun ramadhan telah berlalu masjid-masjid tetap ramai dikunjungi untuk melaksanakan shalat. (Ais)
Tidak ada komentar: